Met datang

Met datang di Blog Konseling UIN, blog ini berisikan materi-materi seputar konseling, dan sebagian lainnya materi keagamaan serta kesehatan reproduksi, semoga teman-teman yang berkunjung bisa memanfaatkan kontent materi yang ada di blog

Kamis, 20 November 2008

Bani Abbasyiyyah

C. Periodisasi Dinasti Abbasiyah

Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya. berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode, yaitu:

  1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M)

Periode ini disebut periode pengaruh Persia pertama. Pada periode ini, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang. Dinasti Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah. Walaupun demikian pada periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar.

  1. Periode Kedua (232 H/ 847 M – 334 H/ 945 M)

Periode ini disebut masa pengaruh Turki pertama. Untuk mengontrol kekhalifahannya Al-Ma’mun bergantung kepada dukungan Tahir, seorang bangsawan Khurasan yang sebagai imbalan diangkat sebagai gubernur di Khurasan (820-822) dan jenderal bagi seluruh pasukan Abbasiyah dengan janji bahwa jabatan ini akan diwarisi oleh keturunannya. Al-Ma’mun dan Al-Mu’tashim mendirikan dea kekuatan bersenjata yaitu; pasukan syakiriyah yang dipimpin oleh pemimpin lokal dan pasukan Gilman yang terdiri dari budak-budak belian Turki. Yang penting dicatat disini adalah kalau pada masa kejayaannya bani Abbasa mendapat dukungan militer dari rakyatnya sendiri, pada masa kemunduran ini mereka bergantung kepada pasukan asing untuk dapat berkuasa atas rakyatnya sendiri, sehingga pemerintahan pusat menjadi lemah. .Masa-masa berikutnya sampai kedatangan kekuatan Bani Buwaih.

  1. Periode Ketiga (334 H/ 945 M – 447 H/ 1055 M)

Periode ini adalah periode masa kekuasaaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua. Abu Syuja’ Buwaih adalah seorang berkebangsaan Persia dari Dailam. Ketiga anaknya : Ali (‘Imad al-Daulah), hasan (Rukn al-Daulah), dan Ahmad (Mu’izz al-Daulah) merupakan pendiri dinasti Bani Buwaih. Kemunculan mereka dalam panggung sejarah Bani Abbas bermula dari kedudukan panglima perang yang diraih Ali dan Ahmad dalam pasukan Makan ibn kali dari dinasti saman, tetapi kemudian berpindah ke kubu Mardawij. Kemudian ketiga orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan barat daya Persia, dan pada tahun 945, setelah kematian jenderal Tuzun (penguasa sebenarnya atas Baghdad) Ahmad memasuki Baghdad dan memulai kekuasaan Bani Buwaih atas khalifah Abbasiyah.

Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran Mu’tazilah bangkit lagi, terutama diwilayah Persia, bergandengan tangan dengan kaum Syi’ah. Pada masa ini muncul banyak pemikir Mu’tazilah dari aliran Basrah yang walaupun nama mereka tidak sebesar para pendahulu mereka dimasa kejayaannya yang pertama, meninggalkan banyak karya yang bisa dibaca sampai sekarang. Selama ini orang mengenal Mu’tazilah dari karya-karya lawan-lawan mereka, terutama kaum Asy’ariyah. Yang terbesar diantara tokoh Mu’tazilah periode kebangkitan kedua ini adalah al-Qadi Abd al-jabbar, penerus aliran Basra setelah Abu Ali dan Abu Hasyim.

  1. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/ 1194 M)

Periode ini adalah masa kekuasaan dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah atau disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua. Saljuk (Saljuq) ibn Tuqaq adalah seorang pemimpin kaum Turki yang tinggal di Asia Tengah tepatnnya Transoxania atau Ma Wara’ al-Nahar atau Mavarranahr. Thughril Beg, cucu Saljuq yang memulai penampilan kaum Saljuk dalam panggung sejarah. Pada tahun 429/1037 ia tercatat sudah menguasai Merv. Kekuasaannya makin bertambah luas dari tahun ke tahun dan pada tahun 1055 menancapkan kekuasaannya atas Baghdad.

Tughril meninggal tanpa meninggalkan keturunan dan digantikan kemenakannya Alp Arselan yang kemudian digantikan puteranya Maliksyah yang merupakan penguasa terbesar dari dinasti Saljuk. Sesudah itu bani Saljuk mengalami kemunduran sebelum kekuasan mereka di Baghdad pudar sama sekali pada tahun 552 H/ 1157 M. Dalam bidang keagamaan, masa ini ditandai dengan kemenangan kaum Sunni, terutama dengan kebijakan Nidham al-Muluk mendirikan sekolah-sekolah yang disebut dengan namanya Madaris Nidhamiyyah. Hal lain yang perlu dicatat dari masa ini dan masa sebelumnya adalah munculnya berbagai dinasti di dunia Islam yang menggambarkan mulai hilangnya persatuan dunia Islam di bidang politik. Seperti dinasti Fatimiyah lahir di Mesir (969) dan bertahan sampai tahun 1171. Dari segi budaya dan pemikiran keagamaan, terdapat berbagai wilayah dengan pusatnya sendiri yang masing-masing mempunyai peran sendiri dalam mengekspresikan Islam, sesuai dengan kondisi masing-masing. Misal, Andalus dan Afrika Utara mengembangkan seni yang mencapai puncaknya pada al-Hambra dan pemikiran filsafat denngan tokoh Ibn Tufail dan Ibn Rusyd.

  1. Periode Kelima (590 H/ 1194 M – 656 H/ 1258 M)

Periode ini adalah masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad. Sesudah Saljuk, para khalifah tidak lagi dikuasai oleh kaum tertentu. Tetapi, negara sudah terbagi-bagi dalam berbagai kerajaan kecil yang merdeka. Khalifah al-Nashir (1180-1255) yang berusaha untuk mengangkat kewibawaan kekhalifahan Abbasiyah. Untuk itu ia mencari dukungan atas kedudukannya dengan bekerja sama dengan suatu gerakan dari orang-orang yang memuja Ali. Dari kalangan pengrajin dan pedagang meyakini Ali sebagai pelindung korporasi. Anggota dari gerakan ini bertemu secara teratur, dan tidak jarang melakukan latihan-latihan spiritual dibawah pimpinan seorang pir. Al-Nashir menempatkan dirinya sebagai pelindung dari gerakan ini. Sementara itu, kekuatan Mongol Tartar mulai merayap dari arah timur dan pada tahun 656 H/1258 H, Hulagu dengan pasukannya memasuki Baghdad dan membunuh khalifah al-Musta’shim dan membunuh penduduk kota ini. Mereka menjarah harta, membakar kitab-kitab dan menghancurkan banyak bangunan. Dengan demikian berakhirlah kekhalifahan Bani Abbas di Baghdad.

D. Khalifah Yang Menonjol Di Dinasti Abbasiyah

  1. Abu Ja’far Al-Mansur (136-158 H/ 754-755 M )

Abu Ja’far Al-Mansur termasuk salah seorang pendiri dinasti Abbasiyah yang pertama kali membuat dan mengatur politik pemerintahan dinasti itu. jalur-jalur administrasi mulai dari pusat sampai ke daerah ditata dengan rapi. Pada waktu itu terjadi kerja sama yang baik antara Kepala Qadhi, Kepala Polisi Rahasia, Kepala Jawatan Pajak, dan Kepala Jawatan Pos. dengan demikian, pemerintahan pada masanya menjadi tertib. Abu Ja’far Al-Mansur sangat besar jasanya dalam mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam. Ia adalah seorang yang cinta ilmu pengetahuan. Dengan kekuasaan dan hartanya dia memberi dorongan dan kesempatan yang luas bagi para cendekiawan untuk mengembangkan riset ilmu pengetahuan.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh Khalifah Abu Ja’far Al-Mansur untuk memajukan dinasti Abbasiyah antara lain, yaitu:

a)Penertiban Pemerintahan

Dalam usaha memperkuat kedudukan dan kekuasaan dinasti Abbasiyah, Abu Ja’far Al-Mansur mulai mengadakan penertiban dalam bidang administrasi dan mengadakan kerjasama diantara para pejabat pemerintahan dengan sistem kerjasama lintas sektoral, seperti kerjasama antara Qadhi dengan Kepala Polisi Rahasia, dengan Kepala Pajak dan dengan Kepala Jawatan Pos.

b) Pembinaan Keamanan dan Stabilitas Dalam Negeri

Untuk melaksanakan pembinaan dan stabilitas dalam negeri, ja’far Al-mansur mengadakan pengamanan terhadap beberapa kelompok yang dianggapnya berbahaya dan mengganggu stabilitas dalam negeri. Diantara kelompok yang dianggap berbahaya adalah kelompok Abdullah bin Ali, kelompok Abu Muslim Al-Khurasani dan kaum Alawiyin.

c)Pembinaan Politik Luar Negeri

Politik luar negeri khalifah Ja’far Al-mnasur yaitu dengan mengadakan serangan terhadap Byzantium, penaklukan ke Afrika Utara dan mengadakan perjanjian kerjasama dengan Raja Peppin dari bangsa Frank. Kerjasama ini dilakukan untuk menghalangi melebarnya kekuasaan Bani Umayah di Andalusia yang dipimpin oleh Abdurrahman Al-Dakhil.

  1. Harun Al-Rasyid (170-193 H/ 786-809 M)

Harun Al-Rasyid adalah khalifah ke-6 dari dinasti Abbasiyah. Dia dikenal sebagai penguasa terbesar didunia pada waktu itu. Ia sering turun ke jalan-jalan di kota Baghdad pada malam hari untuk mengadakan inspeksi melihat keadaan yang sebenarnya untuk membantu kaum yang lemah dan memperbaiki keadaan. Masa pemerintahannya adalah masa keemasan dinasti Abbasiyah. Sebab itu, Bagdad menjadi mercusuar kota impian seribu satu malam yang tidak ada tandingannya di dunia pada abad pertengahan. Disamping itu, keadilan dan kesejahteraan sangat diperhatikan dan selalu diusahakan secara merata. Wilayah kekuasaannya terbentang luas dari Afrika Utara sampai Hindu Kush, India. Kekuatan militernya sangat dikagumi oleh lawan. Hal ini terbukti waktu mengadakan serangan balasan ke Byzantium yang telah mengingkari perjanjian yang telah disepakati sebanyak 6 kali. Dalam serangan ini, seluruh Byzantium termasuk ibu kotanya Konstantinopel dapat ditaklukkan.

Keagungan sejati khalifah Harun Al-Rasyid terletak pada sikap politik damainya yang selalu terlihat. Hal itu sangat besar pengaruhnya bagi kesejahteraan rakyatnya. Ia mengumpulkan kaum cendekiawan dan para bijak yang mengatur pemerintahan dinasti Abbasiyah. Perdana Menterinya Yahya Barmaki dengan kasih sayang disebutnya “ayah”, serta keempat anaknya terutama Ja’far dan Fazal, merupakan tokoh penting dalam pemerintahan Harun Al-Rasyid sehingga masa pemerintahannya dikenal dalam sejarah dunia sebagai masa kejayaan dunia Islam.

Keadaan dinasti Abbasiyah yang aman membuat para pedagang, saudagar, kaum terpelajar dan masyarakat umum dapat melakukan perjalanan di seluruh wilayahnya yang sangat luas itu, membuktikan juga betapa baik dan betapa kuatnya pemerintahan Harun Al-Rasyid. Masjid, Perguruan Tinggi, Sekolah, Rumah Sakit, dan sebagainya didirikan. Semua itu bertujuan untuk kesejahteraan masyarakatnya.

  1. Abdullah Al-makmun (198-218 H/ 809-833 M)

Abdullah Al-Makmun menjadi khalifah yang ke-8 dari dinasti Abbasiyah. Ia terkenal sebagai seorang administrator yang termasyhur karena kebijaksanaan dan kesabarannya. Ia mencurahkan perhatiaannya yang besar pada tugas reorganisasi pemerintahan yang waktu itu mengalami kemunduran selama pemerintahan Al-Amin. Ia melakukan peninjauan rahasia di jalan-jalan kota yang didampingi oleh Ahmad bin Khalid (pengurus rumah tangga istana). Ia mengangkat para administrator yang ahli untuk menjadi gubernur dibeberapa propinsi dan terus mengawasi langkah mereka.

Al-Makmun membentuk sebuah Badan Negara yang anggotanya terdiri dari wakil semua kalangan masyarakat. Tidak ada perbedaan kelas atau agama, pelayanan masyarakatnya terbuka untuk siapa saja. Para wakil rakyat mendapat kebebasan penuh dalam mengemukakan pendapat dan bebas berdiskusi di depan khalifah. Al-Makmun mempunyai banyak dinas rahasia baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama di wilayah jajahannya Byzantium. Selain itu, Al-Makmun terkenal sebagai khalifah yang sangat bijaksana dan pemaaf. Ia sering kali memberi ampunan kepada para pemberontak, seperti yang dilakukannya terhadap para pemberontak Yaman. Sikapnya terhadap masyarakat yang bukan agama Islam sangat toleran sekali. Mereka mendapat hak dan kewajiban yang sama dalam pembelaan negara. Mereka diberikan kebebasan untuk mengeluarkan pendapat. Ia juga membentuk sebuah Dewan Negara yang anggotanya terdiri dari berbagai agama seperti Islam, Kristen, Yahudi dan Zoroaster.

Wilayah Al-Makmun sangat luas sekali, membentang dari pantai Atlantik di Barat hingga ke Tembok Besar Cina di Timur. Usaha lain yang dilakukannya semasa pemerintahannya adalah mendirikan Bait Al-Himkah. Untuk menghindari terjadinya perselisihan antara sesama umat Islam (khilafiyah), ia mengadakan Majlis Munadzarah untuk mendiskusikan persoalan agama yang dianggap sukar dipecahkan. Hasil diskusi itu kemudian disebarkan kepada masyarakat luas untuk diketahui dan kemudian mengamalkannya sesuai dengan hukum Islam.

E. Kemajuan Pada Masa Dinasti Abbasiyah

  1. Kemajuan Dalam Bidang Iptek

Masa pemerintahan dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik aqli rasional ataupun yang naqli mengalami kemajuan dengan pesatnya. Pada masa dinasti ini, proses pengalihan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara penerjemahan berbagai buku karangan bangsa-bangsa terdahulu, seperti buku-buku karya bangsa Yunani, Romawi, dan Persia serta sumber dari berbagai naskah yang ada di kawasan Timur Tengah dan Afrika seperti Mesopotamia dan Mesir.

Pada masa ini, pusat-pusat kajian ilmiah bertempat di masjid-masjid, misalnya Masjid Basrah. Di masjid ini terdapat kelompok studi yang disebut Halaqat Al Jadl, Halaqat Al Fiqh, Halaqat Al-tafsir wal Hadits, Halaqat Al-Riyadiyat, Halaqat lil Syi’ri wal Adab, dll. Banyak orang dari berbagai suku bangsa yang datang ke pertemuan itu. Dengan demikian berkembanglah kebudayaan dan ilmu pengetahuan dalam Islam.

Pada permulaan dinasti Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya baru lembaga-lembaga non-formal yang disebut “Ma’ahid”. Baru pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid didirikan lembaga pendidikan formal seperti “Darul Hikmah” yang kemudian dilanjutkan dan disempurnakan oleh Al-Makmun. Dari lembaga inilah banyak melahirkan para sarjana dan para ahli ilmu pengetahuan yang membawa kejayaan dinasti Abbasiyah.

Diantara ilmu pengetahuan yang berkembang pesat yaitu:

a) Ilmu Tafsir

Perkembangan ilmu tafsir pada masa dinasti Abbasiyah mengalami kemajuan dengan pesat. Tafsir pada zaman ini terdiri dari Tafsir Bil Ma’tsur, yaitu Al-Qur’an yang ditafsirkan dengan hadits-hadits nabi dan Tafsir Bil Ra’yi, yaitu penafsiran Al-Qur’an dengan menggunakan akal pikiran.

Diantara para ahli Tafsir bil Ma’tsur adalah:

· Ibnu Jarir Al-Thabary

· Ibnu ‘Athiyah Al-Andalusy

· As Sudai yang mendasarkan tafsirnya kepada Ibnu Abba dan Ibnu Mas’ud

· Muqatil bin Sulaiman yang tafsirnnya terpengaruh oleh kitab Taurat

· Muhammad bin Ishak, dalam tafsirnya banyak mengutip cerita israiliyat

Adapun para ahli Tafsir bil Ra’yi adalah:

§ Abu Bakar Asam (Mu’tazilah)

§ Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany (Mu’tazilah)

§ Ibnu Jaru Al-Asady (Mu’tazilah)

§ Abu Yunus Abdussalam (Mu’tazilah)

b) Ilmu Hadits

Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah muncullah ahli-ahli hadits yang ternama, antara lain:

· Imam Bukhari, yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Abil Hasan Al_Bukhari. Lahir di Bukhara tahun 194 H dan wafat tahun 256 di Baghdad, karyanya antara lain: Shahih Bukhary (Al-Jamius Shahih).

· Imam Muslim, yaitu Imam Abu Muslim bin Al-Hajjaj Al-Qushairy Al-Naishabury, wafat 261 H di Naishabury. Karyanya yang terkenal adalah Shahih Muslim (Al-Jamius Shahih).

· Ibnu Majah, karyanya Sunan Ibnu Majah.

· Abu Daud, karyanya Sunan Abu Daud.

· Al-Nasai, karyanya Sunan AL-Nasai, dll.

c) Ilmu Kalam

Ilmu kalam lahir karena dua sebab, yaitu:

Ø Karena musuh Islam ingin melumpuhkan Islam dengan mempergunakan filsafat pula.

Ø Hampir semua masalah, termasu masalah agama telah berkisar pada pola rasa kepada pola akal dan ilmu.

Diantara pelopor dan ahli ilmu kalam adalaH: Washil bin Atha, Abu Huzail Al-Allaf, Ad-Dhaham, Abul Hasan Al-Asy’ary dan Imam Ghazali.

d) Ilmu Tasawuf

Ilmu tasawuf adalah ilmu syariat. Inti ajarannya adalah tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan atau menjauhkan diri dari kesenangan dan perhiasan dunia dan bersembunyai diri beribadah.

e) Ilmu Bahasa

Ilmu bahasa adalah Nahwu, Sharaf, Bayan, Badi’, Arudl, dll. Ilmu bahasa pada masa dinasti Abbasiyah berkembang dengan pesat karena bahasa Arab yang semakin berkembang memerlukan ilmu bahasa yang menyeluruh. Kota Basrah dan Kufah merupakan pusat pertumbuhan dan kegiatan ilmu bahasa (Ilmu Lughah).

f) Ilmu Fiqih

Para fuqaha yang terkenal, yaitu:

· Imam Abu Hanifah, karyanya Fiqhu Akbar, AL-Alim wal Mutaan, dll.

· Imam Malik, karyanya yang terkenal adalah kitab Al-Muwatha.

· Imam Syafi’I, karyanya yang terkenal adalah Al Um, Ushul Fiqh.

· Imam Ahmad bin Hanbal, karyanya yang terkenal adalah Musnad, yang memuat 2800 sampai 2900 hadits Nabi.

Disamping ilmu-ilmu Naqli yang mengalami kemajuan pesat, ikut berkembang pula ilmu-ilmu Aqli (rasional), seperti: Ilmu Kedokteran. Ilmu kedokteran mulai berkembang dengan pesat pada masa akhir dinasti Abbasiyah I, sedangkan puncaknya pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah II, III, IV. Dinasti Abbasiyah telah melahirkan banyak dokter kenamaan. Banyak dokter asing yang dipakai untuk praktek dan guru, begitu juga rumah sakit besar dan sekolah tinggi kedokteran banyak sekali didirikan. Diantara para dokter yang terkenal, yaitu:

· Abu Zakaria Yuhana bin Masiwaih, seorang ahli farmasi di rumah sakit Yundishapur.

· Sabur bin Sahal, direktur rumah sakit Yundishapur.

· Abu Zakaria Al-Razy, kepala para dokter rumah sakit Baghdad.

· Ibnu Sina, karyanya yang terkenal adalah al Qanun fi al Thibb.

  1. Kemajuan Dalam Bidang Sosial Ekonomi

a) Perkembangan Sosial

Kehidupan sosial pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah merupakan kelanjutan dari zaman sebelumnya yaitu zaman pemerintahan dinasti Umayyah. Menurut Geroge Zaidan, bahwa masyarakat yang ada pada masa dinasti Abbasiyah terbagi kedalam dua kelas, yaitu:

Ø Kelas Khusus, terdiri dari :

Khalifah, ahli famili khalifah yaitu Bani Hasyim; Para pembesar negara (seperti: menteri, gubernur, panglima, dan para pejabat); Para bangsawan yang bukan Bani Hasyim (seperti: kaum Quraisy pada umumnya); dan Para petugas khusus, anggota tentara, pembantu-pembantu istana.

Ø kelas Umum, terdiri dari :

Para seniman; Para ulama, fuqaha dan pujangga; Para saudagar dan pengusaha; para tukang (industrialis) dan petani.

b) Perkembangan Ekonomi

Pada masa awal pemerintahan dinasti Abbasiyah, perbendaharaan negara mengalami kemajuan yang sangat hebat. Kas negara selalu penuh, uang masuk lebih banyak dari pada uang yang keluar. Khalifah Al-Manshur benar-benar telah meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara. Keutamaan Al-Manshur dalam menguatkan dasar pemerintahannya dengan ketajaman pikiran, keadilan dan ketegasan. Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, sistem perekonomian negara dibangun dengan menggunakan sistem-sistem seperti:

Ø Ekonomi Pertanian

Pada masa dinasti Abbasiyah, pemerintahannya sangat menghargai kaum petani dan meringankan beban pajak hasil bumi mereka dan bahkan terdapat beberapa tempat yang dihapuskan dari beban pajak. Usaha lain yang dilakukan untuk menunjukkan kemajuan ekonomi pertaniannya adalah dengan membuat bendungan dan membangun irigasi, menggali kanal dan pembuatan lahan pertanian baru. Dengan adanya irigasi itu, maka para petani akan lebih mudah untuk menyirami lahan pertaniannya sehingga menjadi subur.

Ø Perindustrian

Para khalifah Abbasiyah tidak saja mementingkan sektor pertanian untuk memajukan perekonomian negara, tetapi juga dengan perhatian yang cukup untuk mengembangkan bidang perindustrian. Kepada seluruh rakyat dianjurkan untuk membangun berbagai industri. Para khalifah juga mempergunakan berbagai sumber tambang untuk diolah menjadi barang jadi seperti emas, perak, perunggu, besi, baja, dll.

Terdapat kota industri yang strategis pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, misalnya: Basrah sebagai kota penghasil sabun dan gelas; Kufah sebagai kota penghasil sutra; Khuzastam sebagai kota penghasil tekstil sutra bersulam; Damaskus sebagai kota penghasil kemeja tekstil aneka ragam sutra; Syam sebagai kota penghasil keramik, gelas dan gelas berwarna; Andalusia sebagai kota industri perkapalan, industri persenjataan dan industri kulit; dan kota-kota lainnya yang berada di wilayah kekuasaan pemerintahan dinasti Abbasiyah.

Ø Perdagangan

Disamping perhatian yang demikian besar untuk mengembangkan bidang industri dan pertanian, pemerintaha Abbasiyah juga memberikan perhatian yang sangat besar bagi perkembangan ekonomi perdagangan. Untuk kearah itu dengan cara membangun sumur-sumur ditempat-tempat istirahat para kafilah dagang, membangun armada-armada dagang untuk melindungi para pedagang dari perampokan bajak laut dan membangun tempat-tempat perdagangan baru. Hubungan perdagangan antar pulau, antar negara dan antar bangsa sangat erat sekali. Ini dilakukan untuk kemajuan perekonomian bangsa itu sendiri. Para pedagang banyak melakukan perjalanan dagang keberbagai negara termasuk ke Cina, India bahkan ke Indonesia.

  1. Kemajuan Dalam Bidang Politik Dan Pemerintahan

Untuk mempertahankan diri dari berbagai kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya pemberontakan, maka para Khalifah dinasti Abbasiyah mengambil beberapa kebijaksanaan politik dalam negerinya, yaitu:

a) Kebijaksanaan Politik Terhadap Bani Umayah

Untuk menjaga supaya tidak terjadi gerakan pemberontakan dari keluarga Bani Umayah yang bermaksud mengambil kembali kekuasaan dari pemerintahan dinasti Abbasiyah, maka para khalifah Abbasiyah mengambil suatu tindakan terhadap para pendukung dan keluarga Bani Umayah yang masih tersisa. Kebijaksanaan politik itu menyebabkan banyak diantara para penduduk dan keturunan Bani Umayah melarikan diri ke wilayah Andalusia, Afrika, dll. Ditempat pelarian itu mereka mendirikan pemerintahan baru sebagai tandingan kekuasaan pemerintahan dinasti Abbasiyah di Baghdad.

b) Kebijaksanaan Politik Terhadap Orang-orang Persia

Dalam kerangka mempertahankan kekuatan politik pemerintahan dinasti Abbasiyah, disamping melakukan kebijaksanaan politik terhadap kelompok dan pendukung Bani Umayah, kelompok “Mawaly” (terutama orang-orang Persia) diberikan kesempatan dalam berbagai bidang pemerintahan. Kedudukan kaum Mawaly ini mendapatkan posisi yang sangat istimewa dalam pemerintahan bani Abbasiyah.

c) Kebijaksanaan Politik Pemerintahan

Perkembangan politik pemerintahan pada masa dinasti Abbasiyah adalah kemajuan yang dicapai melalui pembentukan beberapa lembaga pemerintahan yang baru, antara lain:

Ø Pengangkatan Wazir (menteri) sebagai pembantu utama khalifah dalam melancarkan roda pemerintahan.

Ø Pembentukan Diwanul kitabah (semacam Sekretariat Negara) yang dipimpin oleh Raisul Kitabah (Sekretaris Negara). Raisul Kitabah ini dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh beberapa orang sekretaris, yaitu: Katibul Rasail (untuk urusan surat menyurat), Katibul Kharraj (untuk urusan pajak/keuangan), Katibul Jundi (untuk urusan tentara/kemiliteran), katibul Qudha (untuk urusan kehakiman), Katibul Syurthan (untuk urusan kepolisian).

Ø Pembentukan beberapa Departemen sebagai pembantu Wazir, antara lain ialah: Diwanul Kharij (Departemen Luar Negeri), Diwanul Ziman (Departemen Pengawasan Urusan Negara), Diwanul Jundi (Departemen Pertahanan dan Keamanan), Diwanul Akarah (Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Kerja), Diwanul Rasail (Departemen Pos dan Telekomunikasi).

Ø Pengangkatan Amir dan Syeikh Qura

Ø Pembentukan Angkatan Bersenjata terdiri dari Angkatan darat dan laut.

Ø Pembentukan Baitul Mal (kas Negara) yang terdiri dari: perbendaharaan Negara (Diwanul Khazanah), urusan hasil bumi (Diwanul Azra’a), urusan perlengkapan tentara (Diwanul Khazainushilah).

Ø Pembentukan Mahkamah Agung, yang terdiri dari: Al-Qadha (bertugas mengurus perkara-perkara agama, hakimnya disebut Qadhi), Al-Hisbah (bertugas mengurus masalah-masalah umum baik pidana maupun perdata, hakimnya disebut Al-Mustashib), An-Nazhar fil Mazhalim (bertugas menyelesaikan perkara-perkara banding dari tingkat Al-Qadha dan Al-Hisbah dan hakimnya disebut Shahibul Mazhalim).

Disamping semua itu, banyak usaha perbaikan sistem pemerintahan yang dilakukan para khalifah Abbasiyah antara lain usaha yang dilakukan Khalifah Al-Mansur, seperti pengaturan dan penertiban pemerintahan, pembinaan keamanan dan stabilitas dalam negeri, pembinaan politik luar negeri untuk kemajuan dan perkembangan dinasti Abbasiyah. Selain itu pula, Harun Al-Rasyid pernah menjalin hubungan diplomasi politik dengan Raja Poppie di Byzantium untuk bekerjasama menghalau kekuatan politik militer tentara Umayah di Andalusia.

Tidak ada komentar: