Met datang

Met datang di Blog Konseling UIN, blog ini berisikan materi-materi seputar konseling, dan sebagian lainnya materi keagamaan serta kesehatan reproduksi, semoga teman-teman yang berkunjung bisa memanfaatkan kontent materi yang ada di blog

Jumat, 21 November 2008

Lele

Budidaya Ikan Lele

Ikan lele merupakan jenis ikan air Tawar yang dapat dibudidayakan. Alasan orang budidaya lele adalah dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas, cara lebih mudah, pemasarannya relatif mudah dan modal dapat dijangkau. Budidaya lele semakin meningkat setelah masuk jenis lele dumbo. Keunggulan lele dumbo dibanding lele lokal antara lain cepat besar, telur lebih banyak dan lebih tahan terhadap penyakit.

Pertumbuhan yang cepat tanpa memperhatikan pengelolaan induk menyebabkan kualitas lele menurun. Penurunan kualitas dapat karena perkawinan inbreeding. Ini menyebabkan penurunan derajat penetasan, pertumbuhan lambat, daya tahan penyakit menurun. Pertumbuhan awal lele dapat memanfaatkan makan dari plankton, cacing, insekta dan lain – lain. Tetapi untuk pembesaran dianjurkan untuk memakai pellet karena akan meningkatkan effisiensi dan pruduktifitas.

Budidaya lele dapat dilakukan di areal pada ketinggian 1 m - 800 m dpi. Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik, artinya dengan penggunaan teknologi yang memadai terutama pengaturan suhu air budidaya masih tetap dapat dilakukan pada lahan yang memiliki ketinggian diatas >800 m dpi. Namun bila budidaya dikembangkan dalam skala massal harus tetap memperhatikan tata ruang dan lingkungan sosial.

Budidaya lele dapat dilakukan di kolam tanah, bak permanent maupun bak plastic. Usahakan air dapat mengalir mengalir. Sumber air dapat berasal dari air sungai mapun air sumur. Suhu air yang ideal untuk pertumbuhan ikan lele berkisar antara 22-32°C. Suhu air mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan napsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air. Keasaman air yang ideal antara 6-9.

Bentuk kolam yang ideal untuk pemeliharaan ikan lele adalah empat persegi panjang dengan ukuran sesuai dengan lokasi. Kedalaman kolam berkisar antara 1,0-1,5 m dengan kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan 0,5%. Saringan dapat dipasang pada pintu pemasukan dan pengeluaran agar ikan-ikan jangan ada yang lolos keluar/masuk.

Pelaksanaan budidaya lele :

a. Persiapan kolam tanah (tradisional)
Siapkan kolam tanah. Lakukan pencangkulan tanah dasar kolam dan ratakan. Berikan kapur ke dalam kolam bertujuan untuk memberantas hama, penyakit dan memperbaiki kualitas tanah. Dosis yang dianjurkan adalah 20-200 gram/m2, tergantung pada keasaman kolam. Untuk kolam dengan pH rendah dapat diberikan kapur lebih banyak, juga sebaliknya apabila tanah sudah cukup baik, pemberian kapur dapat dilakukan sekedar untuk memberantas hama penyakit yang kemungkinan terdapat di kolam.

Pemupukan dengan kotoran ternak ayam, berkisar antara 500-700 gram/m2; urea 15 gram/m2; SP3 10 gram/m2; NH4N03 15 gram/m2. Kolam dibiarkan selama ± 7 (tujuh) hari, guna memberi kesempatan tumbuhnya makanan alami.

b. Persiapan kolam tembok

Persiapan kolam tembok hampir sama dengan kolam tanah. Bedanya, pada kolam tembok tidak dilakukan pengolahan dasar kolam, perbaikan parit dan bak untuk panen, karena parit dan bak untuk panen biasanya sudah dibuat Permanen.

c. Penebaran Benih

Sebelum benih ditebarkan sebaiknya benih disuci hamakan dulu dengan merendamnya didalam larutan KM5N04 (Kalium permanganat) atau PK dengan dosis 35 gram/m2 selama 24 jam atau formalin dengan dosis 25 mg/l selama 5-10 menit. Penebaran benih sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari atau pada saat udara tidak panas. Sebelum ditebarkan ke kolam, benih perlakuan penyesuaian suhu dengan cara memasukan air kolam sedikit demi sedikit ke dalam wadah pengangkut benih.

Benih yang sudah teraklimatisasi akan dengan sendirinya keluar dari kantong (wadah) angkut benih menuju lingkungan yang baru yaitu kolam. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut dilaksanakan diatas permukaan air kolam dimana wadah (kantong) benih mengapung diatas air. Jumlah benih yang ditebar 35-50 ekor/m2 yang berukuran 5-8 cm.

d. Pemberian Pakan

Selain makanan alami, untuk mempercepat pertumbuhan lele perlu pemberian makanan tambahan berupa pellet. Jumlah makanan yang diberikan sebanyak 2-5% perhari dari berat total ikan yang ditebarkan di kolam. Pemberian pakan frekuensinya 2 – 3 kali setiap hari. Sedangkan komposisi makanan buatan dapat dibuat dari campuran dedak halus dengan ikan rucah dengan perbandingan 1:9 atau campuran dedak halus, bekatul, jagung, cincangan bekicot dengan perbandingan 2:1:1:1 campuran tersebut dapat dibuat bentuk pellet.

e. Pemanenan

Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan selama 130 hari, dengan bobot antara 200 - 250 gram per ekor dengan panjang 15 - 20 cm.

Budidaya lele di tingkat pembudidaya sering dihadapkan pada permasalahan timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya penanganan kondisi lingkungan. Predator yang biasanya menyerang antara lain ular, burung atau predator lainnya. Sedangkan organisme pathogen yang sering menyerang adalah Ichthiophthirius sp., Trichodina sp., Monogenea sp. dan Dactylogyrus sp. Penanggulangan hama insekta dapat dilakukan dengan pemberian insektisida yang direkomendasikan pada saat pengisian air sebelum benih ditanam.

Penanggulangan organisme pathogen dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan budidaya yang baik dan pemberian pakan yang teratur dan mencukupi. Pengelolaan lingkungan dapat dilakukan dengan melakukan persiapan kolam dengan baik. Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan kolam tanah, persiapan kolam meliputi pengeringan, pembalikan tanah, perapihan pematang, pengapuran, pemupukan, pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan.

Pada kegiatan budidaya dengan menggunakan bak tembok atau bak plastik, persiapan kolam meliputi pengeringan, disenfeksi (bila diperlukan), pengairan dan pengkondisian tumbuhnya plankton sebagai sumber pakan. Perbaikan kondisi air kolam dapat pula dilakukan dengan penambahan bahan probiotik.

Untuk menghindari terjadinya penularan penyakit, maka hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut pindahkan segera ikan yang memperlihatkan gejala sakit dan diobati secara terpisah. Ikan yang tampak telah parah sebaiknya dimusnahkan. Jangan membuang air bekas ikan sakit ke saluran air. Kolam yang telah terjangkit harus segera dikeringkan dan dilakukan pengapuran dengan dosis 1 kg/5 m2. Kapur (CaO) ditebarkan merata didasar kolam, kolam dibiarkan sampai tanah kolam retak-retak. Kurangi kepadatan ikan di kolam yang terserang penyakit.

Alat tangkap dan wadah ikan harus dijaga agar tidak terkontaminasi penyakit. Sebelum dipakai lagi sebaiknya dicelup dulu dalam larutan Kalium Permanganat (PK) 20 ppm (1 gram dalam 50 liter air) atau larutan kaporit 0,5 ppm (0,5 gram dalam 1 m3 air). Setelah memegang ikan sakit cucilah tangan kita dengan larutan PK. Bersihkan selalu dasar kolam dari lumpur dan sisa bahan organik. Usahakan agar kolam selalu mendapatkan air segar atau air baru. Tingkatkan gizi makanan ikan dengan menambah vitamin untuk menambah daya tahan ikan.

Hadits forever

HADITS SEBAGAI MEDIA DAKWAH DAN KONSELING

1. PENDAHULUAN

HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.Posisi hadits dalam Islam ialah sebagai sumber hukum kedua, karena dijadikan sumber hukum kedua dalam Islam setelah Al-Quran kedudukan dan eksistensi hadits sangat diperlukan, keshohihan suatu hadits juga sangat penting untuk diperhatikan, karena itu merupakan tolak ukur bahwa hadits itu benar-benar berasal dari nabi SAW serta diriwayatkan sesuai sanad dan matannya.

Dalam menyampaikan dakwah serta seruan kepada ummat untuk mengajak kepada kebaikan seorang penyeru harus berdasarkan Al-Quran dan Hadits, namun penyampaian seruan tersebut hendaknya dikemas semenarik mungkin sehingga diharapkan ummat tidak merasa bahwa Islam agama yang seram dan mengekang namun agama yang indah serta menjadi Rahmtallil Alalamin

2. PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits, Dakwah dan Konseling

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.

Dakwah ialah suatu aktifitas atau kegiatan yang bersifat menyeru atau mengajak kepada orang lain untuk mengamalkan ajaran islam, proses tersebut dilakuakn secara sadar dan sengaja serta dpat dilakukan dengan berbagai cara atau media.

Konseling : proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien.

B. Hadits tentang Ibadah

Hadits tentang sholat lail menghapus dosa :

عن معاذ بن جبل رضي الله عنه قال : قلت يا رسول الله أخبرني عن عمل يدخلني الجنة و يباعدني عن النار ؟ قال - لقد جئت تسأل عن عظيم وإنه ليسير على من يسره الله تعالى عليه : تعبد الله لا تشرك به شيئاً وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت , ثم قال : ألا أدلك على أبواب الخير ؟ الصوم جُنة والصدقة تطفئ الخطيئة كما يطفئ الماء النار , وصلاة الرجل في جوف الليل ثم تلا - تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُون*فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونََ - ]السجدة16-17]... ثم قال ألا أخبرك برأس الأمر وعموده وذروة سنامه ؟ - قلت : بلى , يا رسول الله قال " رأسٍ الإسلام , وعموده الصلاة وذروة سنامه الجهاد " ثم قال : ألا أخبرك بملاك ذلك كله ؟ " فقلت ك بلى يا رسول الله , فأخذ بلساني وقال - كف عليك هذا - فقلت : يا نبي الله , و إنا لمؤاخذون بما نتكلم ؟ فقال- ثكلتك أمك , وهل يكب الناس في النار على وجوههم - أو قال - على مناخرهم إلا حصائد ألسنتهم ؟! - رواه الترمذي وقال : حديث حسن صحيح

Artinya : Dari Mu’adz bin Jabal radhiallahu 'anhu, ia berkata : Aku berkata : “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku suatu amal yang dapat memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkan aku dari neraka”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjawab, “Engkau telah bertanya tentang perkara yang besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang yang digampangkan oleh Allah ta’ala. Engkau menyembah Allah dan jangan menyekutukan sesuatu dengan-Nya, mengerjakan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji ke Baitullah”. Kemudian beliau bersabda : “Inginkah kuberi petunjuk kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai, shadaqah itu menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalat seseorang di tengah malam”. Kemudian beliau membaca ayat : “Tatajaafa junuubuhum ‘an madhaaji’… hingga …ya’maluun“. Kemudian beliau bersabda: “Maukah bila aku beritahukan kepadamu pokok amal tiang-tiangnya dan puncak-puncaknya?” Aku menjawab : “Ya, wahai Rasulullah”. Rasulullah bersabda : “Pokok amal adalah Islam, tiang-tiangnya adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad”. Kemudian beliau bersabda : “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku : “Ya, wahai Rasulullah”. Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda : “Jagalah ini”. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda : “Semoga engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?” (HR. Tirmidzi, ia berkata : “Hadits ini hasan shahih)

[Tirmidzi no. 2616]

Keterangan :

Sabda beliau “engkau telah bertanya tentang perkara yang besar, dan sesungguhnya itu adalah ringan bagi orang yang digampangkan oleh Allah ta’ala”, maksudnya bagi orang yang diberi taufiq oleh Allah kemudian diberi petunjuk untuk beribadah kepada-Nya dengan menjalankan agama secara benar, yaitu menyembah kepada Allah tanpa sedikit pun menyekutukan-Nya dengan yang lain.

Kemudian sabda beliau “mengerjakan shalat”, yaitu melaksanakannya dengan cara dan keadaan paling sempurna. Kemudian beliau menyebutkan syari’at-syari’at Islam yang lain, seperti zakat, puasa dan haji.

Kemudian sabda beliau “inginkah kuberi petunjuk kepadamu pintu-pintu kebaikan? Puasa itu adalah perisai”, maksudnya adalah selain puasa Ramadhan, karena puasa yang wajib telah diterangkan sebelumnya. Jadi, maksudnya ialah banyak berpuasa sunnat. Perisai maksudnya ialah puasa itu menjadi tirai dan penjaga dirimu dari siksa neraka.Kemudian sabda beliau “shadaqah itu menghapuskan kesalahan”. Maksud shadaqah di sini adalah zakat. Sabda beliau “shalat seseorang di tengah malam”.

Kemudian beliau membaca ayat :

تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ خَوْفًا وَطَمَعًا وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَفَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya : “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdo’a kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepada mereka. Maka suatu jiwa tidak dapat mengetahui apa yang dirahasiakan untuk mereka, yaitu balasan yang menyejukkan mata, sebagai ganjaran dari amal yang telah mereka lakukan”.

(QS.As-Sajadah32:16-17)

Maksudnya orang yang shalat tengah malam, dia mengorbankan kenikmatan tidurnya dan lebih mengutamakan shalat karena semata-mata mengharapkan pahala dari Tuhannya, seperti tersebut pada firman-Nya : “Maka suatu jiwa tidak dapat mengetahui apa yang dirahasiakan untuk mereka, yaitu balasan yang menyejukkan mata, sebagai ganjaran dari amal yang telah mereka lakukan”. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa Allah sangat membanggakan orang-orang yang melakukan shalat malam di saat gelap dengan firman-Nya dalam sebuah Hadits Qudsi : “Lihatlah hamba-hamba-Ku ini. Mereka berdiri shalat di gelap malam saat tidak ada siapa pun melihatnya selain Aku. Aku persaksikan kepada kamu sekalian (para malaikat) sungguh Aku sediakan untuk mereka negeri kehormatan-Ku”.

Sabda beliau : “Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku : “Ya, wahai Rasulullah”. Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda : “Jagalah ini”. Aku bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda : “Semoga engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengumpamakan perkara ini dengan unta jantan dan Islam dengan kepala unta, sedangkan hewan tidak akan hidup tanpa kepala.

Kemudian sabda beliau “tiang-tiangnya adalah shalat”. Tiang suatu bangunan adalah alat penyangga yang menegakkan bangunan tersebut, karena bangunan tidak akan dapat berdiri tegak tanpa tiang.

Sabdanya “puncaknya adalah jihad”, artinya jihad itu tidak tertandingi oleh amal-amal lainnya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Ia berkata bahwa ada seseorang lelaki datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam lalu berkata : “Tunjukkan kepadaku amal yang sepadan dengan jihad”. Sabda beliau : “Tidak aku temukan”. Kemudian sabda beliau : “Adakah engkau sanggup masuk ke dalam masjid, lalu kamu melakukan shalat Lail tanpa henti dan puasa tanpa berbuka selama seorang mujahid pergi (berperang)?” Orang itu menjawab : “Siapa yang sanggup berbuat begitu!” Sabdanya : “maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku : “Ya, wahai Rasullah”. Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda : “Jagalah ini”, maksudnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menggalakkan dia pertama kali untuk berjihad melawan orang kafir, kemudian dialihkan kepada jihad yang lebih besar, yaitu jihad melawan hawa nafsu, menahan perkataan yang menyakitkan atau menimbulkan kerusakan karena sebagian besar manusia masuk neraka karena lidahnya.

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : “Semoga engkau selamat. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka, selain ucapan lidah mereka?” Penjelasannya telah ada pada Hadits riwayat Bukhari dan Muslim yang berbunyi : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia berkata baik atau diam”.

Demikian juga pada Hadits lain disebutkan :
Barang siapa memberi jaminan kepadaku untuk menjaga apa yang ada di antara kedua bibirnya dan apa yang ada di antara kedua pahanya, maka aku jamin dia masuk surga

C. Hubungan Hadits dengan Dakwah dan Konseling

Dalam hadits diatas telah disebutkan dengan jelas bahwa ibadah yang terdapat dalam lima konsep rukun Islam adalah ibadah yang dapat memudahkan seseorang menuju kesurga, namun terdapat ibadah-ibadah lain yang juga disebutkan oleh rasullloh pada hadits tersebut yaitu puasa (sunnah) sebagai perisai diri dan pelindung dari api neraka, shodaqoh serta sholat malam sebagai penghapus kesalahan, pokok amal ibadah sebagai tiangnya ialah sholat serta puncaknya adalah jihad dijalan Allah SWT. Kunci untuk mendapatkan semua itu ialah dengan menjaga Lidah (bibir).

Jika hadits tersebut ditafsirkan dengan menggunakan pendekatan dakwah dan konseling maka akan didapatkan anjuran dakwah yang ideal bagi seorang muslim yang mencari ridho Allah SWT sebagai tujuan hidupnya, anjuran melakukan dengan baik dan benar lima rukun Islam dalam kehidupan sehari-hari yaitu yakin dengan keberadaan Allah SWT, menjalankan sholat dengan sebaik-baiknya, mengerjakan puasa, memberikan zakat serta berangkat haji kebaitulloh. Dapat memudahkan seseorang masuk surga serta mendapat ridho Allah SWT.

Pada konsep konseling melakukan semua amal ibadah yang terdapat dalam hadits tersebut ternyata dapat menjadi obat bagi penyakit jiwa atau gangguan mental hal ini telah dibuktikan oleh pakar-pakar terapi modern seperti yang disampaikan oleh bapak Arry Ginandjar dalam bukunya ESQ dengan lima rukun islam sebagai pilarnya serta yang terdapat dalam karya ilmiah dari Ibu Nurjanah yang berjudul Tiga Kerangka Kesehatan Mental Islam, tiga kerangka tersebut ialah pendekatan iman, dengan meyakini sepenuh hati tentang keberadaan dan kEsaan Allah SWT maka seseorang dapat manerima kenyataan pada hidupnya, konsep kedua yakni dengan pendekatan Islam, dengan menggunakan lima rukun islam sebagai bentuk terapi, syahadat sebagi terapi lisan, sholat sebagai terapi lisan dan anggota badan, zakat sebagai terapi pengendalian materi, puasa sebagai terapi pengendaliannafsu dan haji sebagai terapi paripurna atau integrated. Yang terakhir adalah pendekatan ihsan.

Pada selanjutnya rasulloh menyebutkan pintu-pintu kebaikan ialah shodaqoh, puasa serta sholat malam, menurut konseling konsep puasa merupakan konsep pengendalian diri dan hawa nafsu yang sangat baik, hal ini juga sesuai dengan konsep islam, konsep shodaqoh merupakan konsep untuk berbagi, menuntut diri sendiri untuk dapat mengeluarkan harta yang dicintai untuk orang lain, serta konsep sholat malam, keberadaan sholat yang dikerjakan pada malam hari merupakan bentuk konsep terapi yang baik untuk seseorang karena pada saat itu kondisi tenang, banyak orang tertidur lelap sehingga dapat memfokuskan konsentrasi hanya untuk beribadah.

3. PENUTUP

Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam. Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.

Jika hadits tersebut ditafsirkan dengan menggunakan pendekatan dakwah dan konseling maka akan didapatkan anjuran dakwah yang ideal bagi seorang muslim yang mencari ridho Allah SWT sebagai tujuan hidupnya, anjuran melakukan dengan baik dan benar lima rukun Islam dalam kehidupan sehari-hari yaitu yakin dengan keberadaan Allah SWT, menjalankan sholat dengan sebaik-baiknya, mengerjakan puasa, memberikan zakat serta berangkat haji kebaitulloh. Dapat memudahkan seseorang masuk surga serta mendapat ridho Allah SWT.

Pada konsep konseling melakukan semua amal ibadah yang terdapat dalam hadits tersebut ternyata dapat menjadi obat bagi penyakit jiwa atau gangguan mental hal ini telah dibuktikan oleh pakar-pakar terapi modern seperti yang disampaikan oleh bapak Arry Ginandjar dalam bukunya ESQ dengan lima rukun islam sebagai pilarnya serta yang terdapat dalam karya ilmiah dari Ibu Nurjanah yang berjudul Tiga Kerangka Kesehatan Mental Islam.

Munafik with hadits

MUNAFIK

(Dalam Kajian Al-Hadits dan Al-Quran)

1. PENDAHULUAN

Islam merupakan agama yang dibawa oleh rasululloh Muhammad SAW, agama ini turun dimuka bumi kurang lebih empat belas abad yang lalu ditengah hiruk pikuk kejahiliyahan masyarakat jazirah arab pada saat itu yang menyembah berhala.

Ketika Muhammad SAW datang membawa risalah kenabian banyak pro kontra dimasyarakat jazirah arab namun dari klasifikasi turunnya ayat Al-Qur’an dapat diketahui bahwa periode nabi di Makkah merupakan periode pengenalan masyarakat arab terhadap kebenaran Islam, sosok tuhan yang paling pantas disembah, sedangkan periode Madinah merupakan periode perluasan dakwah dan penyusunan norma-norma dan aturan-aturan kemayarakatan hal ini dibuktikan banyaknya ayat-ayat muamalah yang turun di Madinah.

Periode Muhammad di Makkah berdakwah dalam sejarah tidak ditemui istilah kaum munafikin yang merongrong Islam dari dalam namun hanya ditemui sisi permusuhan dan perlawanan kafir Quraisy, oleh karena itu adanya sifat kufur, nifaq, dan syirik lebih banyak ditemui dalam sejarah saat dakwah sudah memasuki periode Madinah.

Nifaq dalam Islam tidak terlepas dari landasan teks yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadits yang mungkin akan pemakalah sebutkan beberapa namun sebelum penyampaian makalah, pemakalah memohon maaf kepada audiens apabila dalam penulisan hadits hanya ditulis artinya saja, hal ini semata-mata karena keterbatasan yang terdapat dalam diri pemakalah untuk itu kami mohon dimaklumi

Atas dasar pendahuluan diatas dalam makalah ini penulis akan mencoba menyampaikan pembahasan tentang nifaq serta dengan didukung literatur-literatur yang telah kami dapatkan

2. PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN

NIFAQ : Nifaq secara bahasa berasal dari kata naafaqa – yunaafiqu – nifaaqan wa munaafaqan yang diambil dari kata an-naafiqaa’, yaitu salah satu lubang tempat keluarnya yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari sarangannya, dimana jika ia dicari dari lubang yang satu, maka ia akan keluar dari lubang yang lain. Dikatakan pula, ia berasal dari kata an-nafaqa (nafaq) yaitu lubang tempat bersembunyi. [An-Nihaayah V/98 oleh Ibnu Katsir]

Nifaq menurut syara’ yaitu menampakkan Islam dan kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan[1] atau bisa disebut bahwa seseorang tersebut memperlihatkan sesuatu baik berupa ucapan, tingkah laku yang berlainan dengan yang ada dihatinya[2]. Dinamakan demikian karena dia masuk pada syari’at dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain. Orang yang berperilaku nifaq disebut dengan Munafiq.

Hal ini juga disampaikan oleh Allah dalam surat QS. At-Taubah: 67:

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

67. Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya[648]. mereka Telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. [648] Maksudnya: berlaku kikir

2. JENIS NIFAQ

Nifaq terbagi menjadi dua jenis: nifaq I'tiqodiy dan nifaq amaliy. Nifaq I'tiqodiy (keyakinan), Nifaq I'tiqadiy adalah nifaq besar, di mana pelakunya menampakkan ke-Islaman, tetapi dalam hatinya tersimpan kekufuran dan kebencian terhadap Islam. Jenis nifaq ini menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari agama & khirat kelak ia akan berada dalam kerak Neraka. Allah berfirman dalam QS. An-Nisa : 145

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

145. Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.

Allah SWT mensifati orang-orang munafik dengan banyak sifat, diantaranya kekufuran, tiada iman, mengolok-olok dan mencaci maki agama, seperti dalam firman Allah, Mereka (Munafikin) juga mengata-ngatai agama dan pemeluknya, serta kecenderungan kepada musuh-musuh agama untuk bergabung dengan mereka dalam memusuhi Islam. Orang-orang munafik jenis ini senantiasa ada pada setiap zaman. Lebih-lebih ketika tampak kekuatan Islam dan mereka tidak mampu membendungnya secara lahiriyah. Dalam keadaan seperti ini mereka masuk ke dalam Islam untuk melakukan tipu daya terhadap kaum muslimin secara tersembunyi, juga agar mereka bisa hidup bersama umat Islam dan merasa tenang dalam hal jiwa dan harta benda mereka. Al hasil mereka masuk Islam hanya untuk kepentingan mereka, menyelamatkan harta benda dan nyawa mereka. Karena itu, seorang munafik manampakkan keimanannya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab Nya dan hari akhir, tetapi dalam batinnya mereka berlepas diri dari semua itu dan mendustakannya.

Allah swt berfirman dalam QS.Al-Baqoroh : 8 :

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ وَبِالْيَوْمِ الآخِرِ وَمَا هُمْ بِمُؤْمِنِينَ

8. Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian[22]," pada hal mereka itu Sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.

[22] Hari kemudian ialah: mulai dari waktu mahluk dikumpulkan di padang mahsyar sampai waktu yang tak ada batasnya.

Nifaq jenis ini ada empat macam :

1. Mendustakan Rasulullah saw atau mendustakan sebagian dari apa yang beliau bawa.

2. Membenci Rasulullah saw atau membenci sebagIan apa yang beliau bawa.

3. Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah saw.

4. Tidak senang dengan kemenangan agama Rasulullah saw.

Hal ini sesuai dengan hadits :

Yang paling aku takuti atas kamu sesudah aku (Muhammad) tiada ialah orang munafik yang pandai bersilat lidah. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

Nifaq 'amaliy (perbuatan), Nifaq 'amaliy yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafiq, tetapi masih tetap ada iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkannya dari agama, namun merupakan washilah (perantara) kepada yang demikian. Pelakunya berada dalam keadaan iman dan nifaq, dan jika perbuatan nifaqnya lebih banyak maka hal itu bisa menjadi sebab terjerumusnya dia ke dalam nifaq sesungguhnya, berdasarkan hadits Nabi saw :

"Ada empat hal, yang jika berada pada diri seseorang maka ia menjadi seorang munafiq sesungguhnya, dan jika seseorang memiliki kebiasaan salah satu dari padanya, maka berarti ia memiliki satu kebiasaan (ciri) nifaq sampai ia meninggalkannya ; bila dipercaya ia berkhianat, dan jika berbicara ia bohong, jika berjanji ia ingkari, dan jika bertengkar ia berucap kotor." (Muttafaqun alaihi)

Seburuk-buruk manusia ialah orang yang mempunyai dua muka, mendatangi kelompok ini dengan wajah yang satu dan mendatangi kelompok lain dengan wajahnya yang lain. (Mutafaq'alaih)

Sifat nifaq adalah sifat yang sangat buruk dan berbahaya, karena itulah para sahabat sangat takut kalau diri mereka terjerumus dalam kemunafikan. Ibnu abi Mulaikah berkata :"Aku bertemu dengan 30 sahabat Rasulullah saw, mereka semua tahu kalau-kalau ada nifaq dalam dirinya."[3]

Paling banyak orang munafik dari umatku ialah yang pandai bacaannya. (HR. Bukhari)

3. PERBEDAAN ANTARA NIFAQ BESAR DAN NIFAQ KECIL[4]

· Nifaq besar mengeluarkan pelakunya dari agama, sedangkan nifaq kecil tidak mengeluarkan dari agama.

· Nifaq besar adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal keyakinan, sedangkan nifaq kecil adalah berbedanya yang lahir dengan yang batin dalam hal perbuatan bukan dalam hal keyakinan.

· Nifaq besar tidak terjadi dari seorang mukmin, sedanghkan nifaq kecil bisa terjadi dari seorang mukmin.

· Pada galibnya, pelaku nifaq besar tidak bertaubat, seandainya pun bertaubat, maka ada perbedaan pendapat tentang diterimanya taubatnya di hadapan hakim. Lain halnya dengan pelakunya terkadang bertaubat kepada Allah, sehngga Allah menerima taubatnya. [‘Aqidah at-Tauhid (hal. 85-88) oleh Dr. Shalih bin Abdullah al-Fauzan]

  1. PENUTUP

Nifaq secara bahasa yaitu salah satu lubang tempat keluarnya yarbu’ (hewan sejenis tikus) dari sarangannya, dimana jika ia dicari dari lubang yang satu, maka ia akan keluar dari lubang yang lain. Dikatakan pula, ia berasal dari kata an-nafaqa (nafaq) yaitu lubang tempat bersembunyi. [An-Nihaayah V/98 oleh Ibnu Katsir]

Nifaq menurut syara’ yaitu menampakkan Islam dan kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan atau bisa disebut bahwa seseorang tersebut memperlihatkan sesuatu baik berupa ucapan, tingkah laku yang berlainan dengan yang ada dihatinya. Orang yang berperilaku nifaq disebut dengan Munafiq.

Nifaq terbagi menjadi dua jenis: nifaq I'tiqodiy dan nifaq amaliy. Nifaq I'tiqadiy adalah nifaq besar, di mana pelakunya menampakkan ke-Islaman, tetapi dalam hatinya tersimpan kekufuran dan kebencian terhadap Islam. Jenis nifaq ini menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari agama & khirat kelak ia akan berada dalam kerak Neraka. sedangkan Nifaq 'amaliy yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafiq, tetapi masih tetap ada iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkannya dari agama, namun merupakan washilah (perantara) kepada yang demikian. Pelakunya berada dalam keadaan iman dan nifaq, dan jika perbuatan nifaqnya lebih banyak maka hal itu bisa menjadi sebab terjerumusnya dia ke dalam nifaq sesungguhnya

Pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah.

DAFTAR PUSTAKA

Labbaik Majalah Islami, Munafiq (Nifaq), http:// majalah.aldakwah.org, diakses 21 Oktober 2008

Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Bogor : Pustaka At-Taqwa

Salafiyunpad, Nifaq dan jenis-jenisnya, http://salafiyunpad.wordpress.com, diakses 21 Oktober 2008

Ahmad Daudy, Kuliah akidah Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1997



[1] Salafiyunpad, Nifaq dan jenis-jenisnya, http://salafiyunpad.wordpress.com, diakses 21 Oktober 2008

[2] Ahmad Daudy, Kuliah akidah Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1997), hlm.43

[3] Labbaik Majalah Islami, Munafiq (Nifaq), http:// majalah.aldakwah.org, diakses 21 Oktober 2008

[4] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, (Bogor : Pustaka At-Taqwa), hlm. 223-227

Puasa with hadits

PUASA

(Dalam Kajian Al-Hadits dan Al-Quran)

1. PENDAHULUAN

Puasa merupakan salah satu rukun kewajiban yang harus dijalankan bagi seluruh ummat Islam minimal satu tahun sekali pada saat ramadhan, puasa juga salah satu komponen yang terdapat dalam rukun Islam, dimana rukun Islam tersebut merupakan syariat yang penting dalam Islam.

Keberadaan puasa dalam Islam tidak terlepas dari landasan teks yang terdapat dalam Al-Quran dan Al-Hadits yng mungkin akan pemakalah sebutkan beberapa namun sebelum penyampaian makalah, pemakalah memohon maaf kepada audiens apabila dalam penulisan hadits hanya ditulis artinya saja, hal ini semata-mata karena keterbatasan yang terdapat dalam diri pemakalah untuk itu kami mohon dimaklumi.

Dalam Islam puasa ada beberapa macam, ada puasa wajib, sunnah , makruh dan juga ada juga puasa yang haram, selain itu puasa juga memiliki rukun, syarat wajib dan yang dapat membatalkan puasa itu sendiri berdasarkan pendahuluan diatas dalam makalah ini pemakalah akan berusaha menjelaskan tentang puasa berdasarkan Al-Hadits dan Al-Quran yang pemakalah dapat dari buku-buku referensi kami.

2. PEMBAHASAN

A. Pengertian

Puasa atau syaum menurut lughawi berarti menahan diri segala sesuatu[1], hal ini sesuai dengan QS.Al-Baqarah 187:

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

187. makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.

Pengertian tekstual Al-Quran ini juga diperkuat oleh beberapa hadits seperti:

Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan zur (dusta, umpat, futnah dan segenap perkataan yang mendatangkan kemarahan Allah, yang membuat sengketa dan onar)serta tidak meninggalkan pekerjaan-pekerjaan itu maka tidak ada hajat bagi Allah (walaupun)ia meninggalkan makan dan minum.’’(HR. Bukhori)

Pengertian secara syara’ puasa ialah suatu ibadah kepada Allah SWT dengan syarat dan rukun tertentu dengan jalan menahan diri dri makan, minum, hubungan seksual dan perbuatan yang dapat merugikan atau mengurangi makna/nilai dari pada puasa tersebut semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari.[2]

B. Macam-macam puasa dan dasar hukum puasa

1. PUASA WAJIB

a. Puasa Ramadan, dengan dasar hukum QS. Al-Baqarah : 185 :

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.

Dasar haditsnya ialah :

“Islam ditegakkan atas lima perkara yaitu : bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasululloh, mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa dibulan ramadhan serta berhaji kebaitulloh”(HR. Bukhori, Muslim dan Ahmad)

b. Puasa karena nazar dengan dasar hukum, QS. Maryam : 26 :

فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا

26. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. jika kamu melihat seorang manusia, Maka Katakanlah: "Sesungguhnya Aku Telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha pemurah, Maka Aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini".

Dasar haditsnya ialah :

“Apabila orang bernazar menjalankan puasa, maka nazar itu harus dipenuhi” (HR. Bukhori)

c. Puasa kifarat atau denda dengan dasar hukum QS. Al-Maidah : 89 :

يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ

Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari.

d. Puasa Qadla dengan dasar hukum QS. Al-Baqarah : 184 :

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.[114] maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.

Dasar haditsnya ialah :

”Barang siapa meninggal dunia, dan masih ada kewajiban puasa atasnya, maka dipuasakanlah (diqadla) oleh walinya”(HR. Bukhori-Muslim)

2. PUASA YANG HUKUMNYA SUNNAH[3]

a. Puasa 6 hari di bulan Syawal, haditsnya :

“Dari Abu Ayyub, Rasulloh SAW berkata : barang siapa puasa pada bulan ramadhan kemudian ia puasa pula enam hari pada bula syawal adalah seperti puasa sepanjang masa”(HR. Muslim)

b. Puasa Arafah (9 Dzulhijjah), hadistnya :

“Dari Abu Qatadah : Nabi besar SAW bersabda : Puasa hari arafah itu menghapus dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu tahun yang akan datang”(HR.Muslim)

c. Puasa Senin-Kamis, haditsnya :

“Dari Aisyah : Nabi Muhammad SAW memilih waktu puasa pada hari senin dan hari kamis”(HR. At Tirmidzi)

d. Puasa bulan Sya’ban, haditsnya :

“Kata Aisyah : saya telah melihat rasululloh SAW menyempurnakan puasa satu bulan cukup selain bulan ramdhan, dan saya tidak melihat beliau pada bulan-bulan lain berpuasa lebih banyak pada bulan Sya’ban”(HR. Bukhori Muslim)

e. Puasa tengah bulan (tanggal 13, 14, 15 tiap kalender bulan Qomariah), haditsnya :

“dari Abu Zarr: Rasululloh SAW telah bersabda: hai abu zarr, apabila engkau hendak puasa hanya tiga hari dalam satu bulan hendaklah engkau puasa tanggal 13, 14, dan 15”(HR. Ahmad dan An Nasa’i)

f. Puasa Asyura (pada bulan muharam), haditsnya :

“Dari Abu Qatadah, Rasululloh SAW berkata : Puasa hari asyura itu menghapuskan dosa satu tahun yang lalu”

3. PUASA YANG HUKUMNYA MAKRUH

Hari yang dimakruhkan untuk berpuasa ialah hari-hari yang mendekati bulan ramadhan (dikarenakan ragu-rahu apakah sudah memasuki ramdhan atau belum) kecuali bagi orang yangsudah terbiasa berpuasa atau berpuasa sepanjang tahun.[4]

4. PUASA YANG HUKUMNYA HARAM

Puasa yang hukumnya haram ialah puasa pada dua hari raya, idul fitri dan idul adha, hari tasyrik, dengan dasar hadits :

“Dari Anas bahwasanya nabi SAW telah melarang berpuasa dalam lima hari dalam setahun yaitu hari raya idul fitri, idul adha dan hari tasyrik”(HR. Ad Daruquthni)

C. Syarat wajib Puasa

1. Beragama Islam

2. Berakal sehat

3. Baligh (sudah cukup umur)

4. Mampu melaksanakannya

5. Orang yang sedang berada di tempat (tidak sedang safar) [5]

Dengan berdasarkan hadits : “Ketetapan hukum tidak diberlakukan atas tiga hal, yaitu orang gila sampai ia sadar kembali (yakni sembih dari kegilaannya)orang yang dalam keadaan tidur sampai ia terjaga dan anak kecil sampai ia baligh”(HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi)

D. Syarat Syah Puasa

1. Islam

2. Mumasyiz

3. Suci dari darah haid

4. Dikerjakan pada waktu yang diperbolehkan untuk puasa.[6]

E. Rukun Puasa

1. Niat, berdasarkan hadits : “Sesungguhnya segala amal perbuatan itu tergantung kepada niat dan setiap manusia hanya memperoleh menurut apa yang diniatkannya”(HR. Bukhori)

2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari.[7]

F. Hal-hal yang membatalkan puasa

1. Masuknya sesuatu kedalam perut (makan-minum, dll) secara sengaja.

2. Muntah secara disengaja, berdasarkan hadits : “dari Abu Hurairah telah bersabda rasululloh SAW barang siapa terpaksa muntah tidaklah wajib mengqadha puasanya dan barang siapa yang mengusahakan muntah dengan sengaja maka hendaklah dia mengqadla puasanya”

3. Bersenggama diwaktu siang (wajib membayar puasa kifarat).

4. Masturbasi (mengeluarkan sperma secara disengaja).

5. Nifas, Haid, dengan dasar hadits : “dari Aisyah pada masa rasululloh SAW kami (yakni kaum wanita)yang mengalami haid diperintahkan agar mengqadla puasa tetapi tidak mengqadla shalat”(HR. Bukhori-Muslim)

6. Gila

7. Murtad.[8]

F. Kelonggaran tidak berpuasa, berlaku untuk :

1. Perempuan yang hamil dan menyusui

2. Orang yang sakit

3. Orang yang bepergian

4. Orang yang lanjut usia, hal ini berdasarkan Al-Quran surat Al-Baqarah 184-185 :

أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

184. (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan[114], Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.

185. (beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. [114] maksudnya memberi makan lebih dari seorang miskin untuk satu hari.

G. Beberapa hal yang tidak terlarang dalam Puasa

1. Mandi Ketika berpuasa

2. Menggunakan celak dan obat tetes mata atau tetes hidung

3. Suntikan untuk obat

4. Berkumur-kumur dan memasukkan air kehidung sebelum waktu dhuhur

5. Menelan luidah, debu jalanan, angin, dll

6. Makan, minum dan bersenggama sampai sebelum imsyak

7. Memulai berpuasa dalam keadaan junub (namun disunnahkan segera bersuci atau mandi besar)

8. Mencium istri saat berpuasa.[9]

3. PENUTUP

Pengertian secara syara’ puasa ialah suatu ibadah kepada Allah SWT dengan syarat dan rukun tertentu dengan jalan menahan diri dri makan, minum, hubungan seksual dan perbuatan yang dapat merugikan atau mengurangi makna/nilai dari pada puasa tersebut semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, puasa memiliki empat macam yaitu puasa wajib, sunnah makruh dan puasa yang haram, puasa wajib diantaranya Puasa Ramadhan, Puasa karena nazar, Puasa kifarat, Puasa Qadla, puasa sunnah diantaranya Puasa 6 hari di bulan Syawal, Puasa Arafah (9 Dzulhijjah), Puasa Senin-Kamis, Puasa bulan Sya’ban, Puasa tengah bulan (tanggal 13, 14, 15 tiap kalender bulan Qomariah), Puasa Asyura (pada bulan muharam), puasa yang makruh ialah puasa yang mendekati bulan ramadhan dimana akan terjadi keragu-raguan apakah sudah memasuki ramadha atau belum tapi terkecuali bagi orang yang sudah terbiasa puasa atau telah puasa sepanjang tahun sedangkan puasa yang haram ialah puasa pada dua hari raya dan pada hari tasyrik.

Seperti kewajiban-kewajiban yang lain puasa juga memiliki syarat wajib, syarat syah dan rukun puasa, serta juga terdapat hal-hal yang dapat membatalkan puasa itu sendiri.

Pemakalah menyadari dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan, pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk pemakalah guna mengingatkan dan memperbaiki setiap kesalahan yang ada dalam proses pembuatan dan penyampaian makalah. Terakhir tidak lupa pemakalah mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT serta terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu dalam proses pembuatan makalah.

Daftar Pustaka

Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2000)

Zaskia Drajat, dkk, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995)

Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fiqh Islam Lengkap, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999)

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqh Praktis, (Bandung : Mizan, 1999)



[1] Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2000), hlm. 220

[2] Zaskia Drajat, dkk, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 253

[3] Zaskia Drajat, dkk, OpCit…., hlm. 265

[4] Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fiqh Islam Lengkap, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999), hlm. 113

[5] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqh Praktis, (Bandung : Mizan, 1999), hlm. 347

[6] Zaskia Drajat, dkk, OpCit…., hlm. 272

[7] Sulaiman Rasyid, Op Cit…..,hlm 229

[8] Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Op Cit…..,hlm.116

[9] Muhammad Bagir Al-Habsyi, Op Cit……,hlm. 362